Kamis, 11 Juli 2013

Pemilik rumah makan Cibiuk yang Sukses

Namanya kecanduan, memang susah berhenti. Seperti kecanduan rokok. Menurut Lembaga Menanggulangi Masalah Merokok (LM3), dari beberapa penelitian sekitar 70-80 persen perokok ingin berhenti merokok, tapi hanya 3 persen yang berhasil.

Di Amerika Serikat, dalam periode 1964-1974 sebanyak 40 juta orang berusaha berhenti merokok. Tapi hanya sekitar 25 persen yang berhasil (Ambros Prechtl, N.D., Portrait of An Ex Smoker, Abul-Qasim Publishing House, Jeddah 1413 H.

Pun demikian yang pernah dialami Haji Iyus Ruslan (46), bos jaringan 33 Rumah Makan Cibiuk di 19 kota. Sebelum Berjaya dengan usaha rumah makan dan pabrik coklat saat ini, Iyus sukses menuai sukses bisnis beras warisan orang tuanya.

Seperti jamaknya pengusaha, Iyus dulu juga “ahli hisap” alias “ahlul udud”. Terlebih setelah juragan beras asal Cibiuk, Garut ini bangkrut. Stress, maka ngebulnya makin kenceng.

Putra ketiga dari 7 bersaudara keturunan (alm) H Ali Muchtar dan Hj Umayah ini berkisah, pada 1999 usaha berasnya bangkrut tak ketulungan. Padahal bisnis itu sudah berkembang, hingga menjangkau pasar DKI Jakarta, Jawa Barat, hingga Jawa Timur, Iyus juga memiliki sebuah pabrik penggilingan padi besar seluas 2-3 ribu m2, sejumlah truk, jaringan di sejumlah gerai, dengan 30-40 karyawan.

Namun, semua itu tak tersisa pada 1999. “Saya salah langkah,” kenang Iyus. Saat itu utangnya menumpuk, dan ia diuber-uber banyak pihak yang bermaksud menagih pembayaran. Padahal hartanya yang tersisa “tinggal hanya baju di badan”.

Beberapa bulan kemudian, Iyus mulai menggeliat bangkit. Dengan dukungan keluarganya, ia coba mengandalkan sambal Cibiuk dalam usaha warung makan lesehan. Sebuah rumah kumuh seluas 200m2 di jalan Ciledug pinggiran Garut, dia sewa untuk dijadikan warung makan sederhana.

Dari warung makan Cibiuk perdana itulah, usaha Iyus berkembang dan beranak pinak. Cabang pertamanya di jalan Otista Garut, kemudian merambah ke Bandung. Setelah membiak di kota Kembang, lalu merambah Bekasi, Bogor, Depok, Jakarta, Aceh, dan seterusnya hingga lebih dari 20 outlet kini.

Semua itu, dirasa Haji Iyus sebagai sebuah miracle. Keajaiban. Bayangkan, katanya, “Saya ini memulainya sebagai pengusaha kategori keempat menurut Ustadz Yusuf Mansur, yaitu tak punya modal, pengalaman, dan tak punya keahilian,” kenang Haji Iyus sambil terkekeh.

Suami dari Rossalina ingat betul, sewaktu membuka warung makan pertama ia memanen cibiran dan pesismisme. Pasalnya, lokasi Cibiuk di dekat pemukiman penduduk yang sepi dan rawan keamanan. Pelintas bakal takut mampir karena takut mampir karena khawatir kendaraannya hilang. Tapi bismillah, dengan dukungan keluarga dan terutama do’a restu orangtuanya, Iyus jalan terus hingga kemudian sukses besar.

Ia mengungkapkan, suksesnya diraih dengan ikhtiar manajerial dan spiritual. Prinsip usahanya adalah fokus, kreativitas yang unik, kerja keras, serta system administrasi yang baik. Misalnya sambal Cibiuk, menu andalan usahanya, kini dimoifikasi dengan 10 macam varian.

Tapi itu saja tidak cukup. Harus dibarengi laku spiritual, yaitu riyadhoh dan sedekah. Pengusaha kelahiran 5 Desember 1966 ini mengaku mendapat pencerahan sedekah dan riyadhoh setelah mengenal dan berhubungan akrab dengan ustadz Yusuf Mansur selama tiga tahun terakhir.

“Saya bersama keluarga berusaha giat melakukan riyadhoh, meningkatkan ibadah wajib atau sunnah,” ungkap ayahanda dari Galih Ruslan (20), Fani Prawesty (17), Ratu Vilia (16), Zahira Gaitsa (9), dan Nazwa Revalina (6). Secara berkala, Iyus bersedekah kepada pelanggan rumah makannya dalam bentuk hadiah undian. Misalnya berupa motor. Juga berupa diskon.

Sedekah juga jadi kunci sukses bisnis Iyus. Salah satu keputusan besarnya adalah berhenti merokok, lalu menyalurkan anggaran rokok untuk menghidupi anak dhuafa termasuk membiayai pendidikannya. 

Sumber : safirasafitriaulia.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label