Cipatat adalah ibu kota kecamatan yang terletak disebelah barat kabupaten Bandung Barat yang berbatatasan dari sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Haurwangi kabupaten Cianjur, sebelah utara dengan kecamatan Cipundeuy, sebelah selatan dengan kecamatan Saguling dan dari sebelah timur dengan kecamatan Padalarang. Daerahnya terdiri dari pegunungan dan perbukitan kapur yang terjal dan lembah lembah yang subur
Keadaan Alam
Secara geografis wilayah Cipatat terletak diantara dua wilayah Kabupaten kota yaitu kabupaten Cianjur dan kabupaten Bandung induk, dan Cipatat sendiri berada di belahan barat Kabupaten Bandung Barat (Citarum River West Bang), juga diapit oleh dua Waduk Raksasa dijawa Barat yaitu Waduk Saguling dan Waduk Cirata
Kondisi seperti tersebut membuat daerah Cipatat menjadi daerah yang subur, konon katanya tingkat kesuburan tanahnya mencapai 15 meter. Memang benar hampir semua tanaman dapat tumbuh dengan baik disini.
Sumber Alam
Wilayah Cipatat dilalui oleh 2 (dua) buah sungai besar yaitu sungai citarum dan sungai cimeta dan diakelilingi oleh deretan pegunungan dan bukit yang da
pat menyimpan cadangan air yang cukup banyak. Keadaan ini mempengaruhi kontur tanah di cipatat jadi basah dan gembur sehingga dapat ditanami oleh berbagai macam spesies tumbuhan dan binatang air. Oleh karena hal terebut, maka kekayaan alamnya menjadi variatif dan melimpah
Sumber alam yang menjadi andalan bagi masyarakat cipatat diantaranya: Padi. Palawija (pisang, singkong, mentimun, jagung, cabe dan lain sebagainya), perikanan, peternakan, Batu kapur, batu basato/andersit, marmer dan pasir, dan benda inilah yang menjadi sumber kehidupan masayarakat cipatat
Pariwisata
Cipatat mempunyai tempat tempat nan elok dan indah sangat cocok sebagai tempat rekreasi dan istirahat bercengrama dengan sanak dan keluarga. Yang menjadi paforit bagi wisatawan baik lokal maupun mancanegara adalah Pemandian air panas, wisata arung jeram, kulineer, wisata arkeologi Gua pawon, panjat tebing mendaki gunung, lintas alam dan lain lain
Mata pencaharian
Yang menjadi sumber mata pencaharian masyarakat cipatat yang paling dominan adalah bercocok tanan padi dan palawija, kemudian berdagang, kuli/buruh, kerajinan makanan olahan, hadycraft, ternak ayam dan kambing
Peuyeum Cipatat RiwayatMu Ini
Tapai singkong dalam bentuk utuh alias peuyeum sudah lama kondang sebagai buah tangan khas Bandung. Meski dari Bandung, tahukah Anda, yang awal mempopulerkan peuyeum ini justru warga Desa Bendul, Purwakarta, Jawa Barat.
Mereka mengenalkan peuyeumketika mengadu nasib di Kampung Citatah, Cipatat, Bandung Barat. Tempat ini yang kemudian terkenal sebagai sentra peuyeumdi Bandung. Dari sini, peuyeum lantas menyebar ke mana-mana.
Sekarang, ada sekitar 50 kios yang menjual peuyeumdi kelokan jalan raya Cipatat sebelum masuk Padalarang- Bandung, kalau dari arah Puncak, Bogor. Di sentra itu, penganan nan manis serta legit itu dijual Rp 6.000 - Rp 7.000 per kilogram (kg).
Muhammad Basor, pemilik kios Jakiah di kampung Citatah, berkisah bahwa peuyeum di daerah Citatah sudah ada sejak tahun 1980. Awalnya pembuatan peuyeum ini dikenalkan penduduk Bendul, Purwakarta. Kala itu, masyarakat Bendul menyewa kios-kios di pinggir jalan raya Cipatat untuk berjualan peuyeum.
Tak lama kemudian, masyarakat Kampung Citatah meniru cara pembuatan peuyeum dan kemudian memproduksi lalu menjualnya sendiri. "Dulu peuyeumdi sini sering disebut peuyeum bendul, namun karena sudah menyebar ke mana-mana maka namanya berubah menjadi peuyeumgantung," kata Basor.
Karena laris manis, banyak warga Citatah yang beralih profesi dari petani singkong menjadi pembuat sekaligus penjual peuyeum. Basor, salah satunya.
Ia berjualan tapai singkong itu sejak medio 1980-an, kala itu ia masih ikut membantu orang tuanya. Selepas lulus sekolah menengah atas (SMA), orang tuanya membukakan satu kios untuk berjualan peuyeum.
Basor tidak memproduksi peuyeum sendiri. Dia membeli peuyeum dengan harga Rp 300.000 per kuintal di rumah industri pembuatan peuyeum yang berlokasi di kampung Citatah.
Kemudian ia menjualnya dengan harga Rp 600.000 per 1 kuintal. Basor juga menjual dengan sistem eceran seharga Rp 6.000 - Rp 7.000 per kg. Ia mengaku bisa mendapatkan omzet rata-rata sebesar Rp 10 juta per bulan dengan laba bersih 30%.
Para pembeli tapai miliknya, kebanyakan para pelancong dari luar Bandung, misal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. "Peuyeumbiasanya dibeli sebagai buah tangan wisatawan yang ke Bandung," tuturnya.
Pedagang lain, Jajang Jaelani (36 tahun) pemilik Kios Sunda Rasa mengatakan, daya tahan peuyeum hanya 4-5 hari, setelah itu busuk. Sama seperti Basor, Jajang juga membeli peuyeum dari tempat pembuatan tapai. " Saya bisa jual lebih mahal hingga 100%. Kalau harga ecerannya dari pabrik Rp 3.000 per kg, saya jual Rp 6.000 per kg. Ini untuk menyiasati kerugian bila peuyeum busuk," katanya.
Siti Mesaroh, penjual lain mengatakan, karena peuyeum cepat busuk, dia menaruh peuyeum imitasi yang terbuat dari kayu sebagai displai, supaya dari jalan peuyeum yang dia jual kelihatan banyak.
Cara ini dilakukannya karena jika semua peuyeumdipajang terlalu lama di luar pasti akan cepat busuk. "Saya bisa menjual 4 kuintal peuyeum per pekan dengan omzet sekitar Rp 7,2 juta per bulan dengan laba bersih 20%," imbuhnya.
Mereka mengenalkan peuyeumketika mengadu nasib di Kampung Citatah, Cipatat, Bandung Barat. Tempat ini yang kemudian terkenal sebagai sentra peuyeumdi Bandung. Dari sini, peuyeum lantas menyebar ke mana-mana.
Sekarang, ada sekitar 50 kios yang menjual peuyeumdi kelokan jalan raya Cipatat sebelum masuk Padalarang- Bandung, kalau dari arah Puncak, Bogor. Di sentra itu, penganan nan manis serta legit itu dijual Rp 6.000 - Rp 7.000 per kilogram (kg).
Muhammad Basor, pemilik kios Jakiah di kampung Citatah, berkisah bahwa peuyeum di daerah Citatah sudah ada sejak tahun 1980. Awalnya pembuatan peuyeum ini dikenalkan penduduk Bendul, Purwakarta. Kala itu, masyarakat Bendul menyewa kios-kios di pinggir jalan raya Cipatat untuk berjualan peuyeum.
Tak lama kemudian, masyarakat Kampung Citatah meniru cara pembuatan peuyeum dan kemudian memproduksi lalu menjualnya sendiri. "Dulu peuyeumdi sini sering disebut peuyeum bendul, namun karena sudah menyebar ke mana-mana maka namanya berubah menjadi peuyeumgantung," kata Basor.
Karena laris manis, banyak warga Citatah yang beralih profesi dari petani singkong menjadi pembuat sekaligus penjual peuyeum. Basor, salah satunya.
Ia berjualan tapai singkong itu sejak medio 1980-an, kala itu ia masih ikut membantu orang tuanya. Selepas lulus sekolah menengah atas (SMA), orang tuanya membukakan satu kios untuk berjualan peuyeum.
Basor tidak memproduksi peuyeum sendiri. Dia membeli peuyeum dengan harga Rp 300.000 per kuintal di rumah industri pembuatan peuyeum yang berlokasi di kampung Citatah.
Kemudian ia menjualnya dengan harga Rp 600.000 per 1 kuintal. Basor juga menjual dengan sistem eceran seharga Rp 6.000 - Rp 7.000 per kg. Ia mengaku bisa mendapatkan omzet rata-rata sebesar Rp 10 juta per bulan dengan laba bersih 30%.
Para pembeli tapai miliknya, kebanyakan para pelancong dari luar Bandung, misal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. "Peuyeumbiasanya dibeli sebagai buah tangan wisatawan yang ke Bandung," tuturnya.
Pedagang lain, Jajang Jaelani (36 tahun) pemilik Kios Sunda Rasa mengatakan, daya tahan peuyeum hanya 4-5 hari, setelah itu busuk. Sama seperti Basor, Jajang juga membeli peuyeum dari tempat pembuatan tapai. " Saya bisa jual lebih mahal hingga 100%. Kalau harga ecerannya dari pabrik Rp 3.000 per kg, saya jual Rp 6.000 per kg. Ini untuk menyiasati kerugian bila peuyeum busuk," katanya.
Siti Mesaroh, penjual lain mengatakan, karena peuyeum cepat busuk, dia menaruh peuyeum imitasi yang terbuat dari kayu sebagai displai, supaya dari jalan peuyeum yang dia jual kelihatan banyak.
Cara ini dilakukannya karena jika semua peuyeumdipajang terlalu lama di luar pasti akan cepat busuk. "Saya bisa menjual 4 kuintal peuyeum per pekan dengan omzet sekitar Rp 7,2 juta per bulan dengan laba bersih 20%," imbuhnya.
Berhubung saya lagi sibuk, maka nulis artikelnya sampai disini dulu....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar