Jumat, 31 Mei 2013

Sambiloto tanaman berkhasiat obat

Sambiloto tanaman berkhasiat obat
Sambiloto merupakan tanaman berkhasiat obat yang hidup didarat seperti ilalang dan tanaman sejenisnya, sambiloto tingginya bisa mencapai 90 sentimeter. Asalnya diduga dari Asia tropika. Penyebarannya dari India meluas ke selatan sampai di Siam, ke timur sampai semenanjung Malaya, kemudian ditemukan Jawa.

Sambiloto tumbuh baik di dataran rendah sampai ketinggian 700 meter dari permukaan laut. Sambiloto dapat tumbuh baik pada curah hujan 2000-3000 mm/tahun dan suhu udara 25-32 derajat Celcius. Kelembaban yang dibutuhkan termasuk sedang, yaitu 70-90% dengan penyinaran agak lama.

Nama daerah untuk sambiloto antara lain: sambilata (Melayu); ampadu tanah (Sumatera Barat); sambiloto, ki pait, bidara, andiloto (Jawa Tengah); ki oray (Sunda); pepaitan (Madura), sedangkan nama asingnya Chuan xin lien (Cina).

1. Kandungan Daun Sambiloto
Tanaman sambiloto mengandung laktone dan flavonoid. Laktone diperoleh dari Daun dan cabangnya, masing – masing mengandung : deoxyandrographolide, andropraholide, neonandrographolide, 14-deoxy-n, 12-didehydro andrographolide, dan homoandrographolide. Sedangkan Flavoloid sendiri paling banyak diperoleh dari akar dengan kandungandari akar yaitu poplymethoxyflavone, andrographin, panicolin, mono-o-methylwithin, dan apigenin-7, 4-dimethyil ether.

2. Khasiat Daun Sambiloto
Tanaman sambiloto digunakan untuk mencegah pembentukan radang, memperlancar air seni (diuretika), menurunkan panas badan (antipiretika), obat sakit perut, kencing manis, dan terkena racun. kandungan senyawa kalium memberikan khasiat menurunkan tekanan darah. Hasil percobaan farmakologi menunjukkan bahwa air rebusan daun sambiloto 10% dengan takaran 0.3 ml/kg berat badan dapat memberikan penurunan kadar gula darah yang sebanding dengan pemberian suspensi glibenclamid.[3] Selain itu, daun Sambiloto juga dipercaya bisa digunakan sebagai obat penyakit tifus dengan cara mengambil 10-15 daun yang direbus sampai mendidih dan diminum air rebusannya.

Diantara khasiatnya:
 * Anti Diabetes, meskipun tidak, tetapi untuk jaga-jaga
* mengatasi thypus,
* Mengatasi gatal gatal
* Mengobati kanker
* mengobati malaria,
* meningkatkan daya tahan tubuh dan stamina.
Itulah uraian singkat tentang Sambiloto tanaman berkhasiat obat 
semoga bermanfaat


Rabu, 29 Mei 2013

Sukses Dari Dicerca Hingga Miliki 3 Cabang

Roti atau kue memang jadi salah satu makanan favorit untuk sarapan atau teman ngemil di kala lapang. Atau sebagai hadiah untuk orang terkasih. Toko roti yang satu ini punya deretan menu lengkap yang patut Anda coba. Dan cerita sendiri bagaimana membangun usahanya hingga sekarang sudah memiliki omzet Rp. 15 juta per hari. Wow!

Enny Bakery, namanya. Toko roti milik Enny Dayalti ini sudah ada sejak 12 tahun lalu. Mulai dari hobi mengoleksi resep dari buku atau majalah, dia memberanikan diri untuk membuat sendiri dan memasarkannya ke toko kelontong yang ada di pasar.

Ujian pertama datang, banyak konsumen yang mengeluhkan rasa kue yang dibuatnya. Ejekan tak lantas membuat Enny mundur. Setelah beberapa bulan, banyak orang yang telah mengenal caramel sarang semutnya. Semakin banyak pesanan, semakin tidak mampu ia mengerjakan sendiri.

Dibantu oleh 2 karyawatinya, Enny mulai melebarkan sayap bisnisnya itu. Tidak lagi hanya caramel sarang semutnya, Enny merambah ke kue basah, aneka cake ulang tahun sampai akhirnya ia sudah memiliki sebuah tempat mungil untuk menjajakan kuenya. Semakin tinggi pohon, maka akan semakin kencang anginnya.

Salah satu karyawatinya di “rebut” oleh saingannya. Karyawati ini sudah sangat handal dan banyak mengetahui tentang resepnya. Tidak lama setelah itu, saingannya muncul dengan rasa kue yang sama.

“Saya pasrahkan kepada Allah SWT, bagaimana bisnis ini ke depannya, Ia tau yang terbaik untuk saya nantinya,” ujarnya.

Tak gentar, wanita asal Padang ini mencoba hal-hal yang lebih menarik lagi, ia mengkreasikan kembali kue-kue buatannya. Tidak hanya itu, Enny berhasil memperoleh Sertifikat Halal dari MUI. Dengan modal inilah, Enny kembali mengerahkan semangatnya untuk lebih maju lagi.

Kini, pelanggan bisa memesan mulai dari kue ulang tahun/black forest, kue pengantin, roti buaya, kue basah/kering, kue keperluan pesta/arisan, snack box, roti manis, lapis surabaya, lapis legit, brownies, kue tampah, dan aneka cake lainnya.

Harga yang ditawarkan pun variatif. Enny Bakrie menawarkan harga mulai dari Rp 5.000 hingga jutaan rupiah. Tentu harga itu bisa disesuaikan dengan anggaran yang Anda punya.

“Saya tidak pernah mencampurkan bahan-bahan kue yang tidak boleh dimakan kaum muslim, seperti rum, tuak, atau apapun yang memang dilarang,’’ jelasnya.

Berdoa dan bersedekah, inilah kekuatan yang Enny andalkan sejak dulu. Enny mengatakan, ia mempekerjakan anak-anak yang tidak lulus sekolah. Menurutnya, yang penting jujur dan mempunyai kemauan, dia akan mengajaknya bekerja.

Setelah 12 tahun kini, Enny Bakery telah mempunyai tiga outlet di Depok: Jalan Nusantara Raya No. 102, Jalan Nusantara Raya No. 294, dan Jalan Tole Iskandar No. 9. Urusan omzet tak perlu ditanya, kini Enny Bakrie dapat menghasilkan omzet  Rp. 15 juta per harinya.

“Semua niat yang memang tertuju pada Allah SWT, insyaallah jalannya akan dipermudah. Selalu berdoa, sedekah, dan saling membantu sesama,” tutupnya.

Sumber : ciputra.com

Suyoto, Pasarkan Wayang Hingga ke Mancanegara

Wayang kulit merupakan salah satu seni budaya masyarakat Jawa, yang sampai kini tetap bertahan di tengah derasnya infiltrasi budaya asing yang melekat pada perubahan masyarakat di kehidupan modern. Kini, negara-negara tertentu seperti Malaysia, Brunwi Darussalam, Jepang Belanda dan Amerika Serikat mulai mengagumi wayang sebagai seni dekoratif. Kenyataan inilah yang ditangkap oleh seorang perajin wayang kulit asal Nganjuk, Suyoto sehingga masih tetap bertahan hingga kini.

Menjadi perajin wayang kulit di tengah modernisasi dan derasnya arus budaya global tidaklah mudah. Walaupun pasar terbuka, minimnya tenaga perajin menjadi kendala yang serius. Kiatnya menghimpun pelukis kampung yang awalnya ditugasi menjadi pewarna kerajinan wayang yang ia buat, ternyata sukses mengatasi masalah usahanya. Itulah sekelumit kisah Suyoto, perajin wayang kulit yang sukses hingga omzet usahanya mencapai puluhan juta sebulan.

Hasil olah tangannya itu, mampu menembus pasar negara-negara tersebut di tas, meskipun pasar lokal masih tetap digarapnya hingga kini. “Saya menekuni usaha ini sejak 13 tahun lalu,” ujar bapak dua anak ini.

Diakuinya, menjadi perajin seperti sekarang ini memerlukan proses panjang dan harus mampu bertahan dari berbagai macam halangan dan rintangan. Dia menyebutkan, faktor pasar harus diperhatikan meski ada faktor lain yang juga tidak boleh diremehkan, seperti bahan baku dan modal.

Pasar menjadi faktor utama untuk memutar modal dan keuntungan bisa dikalkulasi. Oleh karena itu, dia mengaku mati-matian untuk merintis pasar. Pria berumur 45 tahun itu memulai usahanya dengan merintis pasar lokal, Bojonegoro, Jombang, Surabaya, Jakarta dan Kalimantan.

Untuk mampu menembus pasar, Suyoto memang harus kreatif. Jika awalnya hanya terpaku pada seni kerajian wayang kulit, ia harus mengembangkan pada bentuk yang lain, seperti membuat hiasan dinding, kaligrafi, hingga berbagai macam bentuk lainnya sesuai pesaanan. Tapi semua itu berbahan dasar kulit.

“Apapun permintaan pemesan akan kami buatkan sebagus mungkin, kalau kami terpaku pada pembuatan tokoh pewayangan, kami tidak akan mampu bertahan, terus berinovasi untuk menjawab tuntutan pasar,” jelas Suyoto.

Namun untuk pasar luar negeri paling digemari memesan tokoh-tokoh pewayangan karena unsur filosofinya dan kesan klasiknya. “Awalnya, ada seorang teman yang kenal dengan turis. Dia mengajaknya ke rumah, melihat itu turis asal Belanda membeli tokoh Krisna dan dibawa pulang ke negaranya,” katanya.

Sejak itulah, dia sering mendapatkan pesanan meskipun hanya satu atau dua tokoh pewayangan. Meskipun ongkos kirimnya lebih besar dari harga satuan wayang tetap dilayani. Harapannya menjadi cikal bakal menembus pasar luar negeri. Dan ternyata benar, sejak tahun 2002 dia mendapatkan pesanan dalam jumlah yang lumayan banyak.

Persoalan yang terus dihadapi adalah bahan baku, karena harus pontang-panting mencari kulit sebagai bahan baku utamanya. “Kadang saya harus datang ke rumah jagal hewan untuk memesan kulit sapi untuk bahan bakunya,” katanya. Kadang saya harus berebut dengan pedagang kerupuk rambak dan cecek, tambahnya sambil tersenyum.

Sumber : bacaartikelbisnis.blogspot.com

Muhdi, Sukses Jadi Pengusaha Keripik Hingga Tembus ke Mancanegara

Saat datang ke Medan, Sumatera Utara, tahun 1986, Muhammad Muhdi (46) bukanlah siapa-siapa. “Naik kereta (sepeda motor) saja saya tidak bisa,” kata Muhdi. Namun, 25 tahun kemudian, ia adalah pengusaha keripik singkong dan turunannya dengan 75 karyawan dan mulai mengekspor produknya.

Berbincang dengan Muhammad Muhdi selama sekitar dua jam membawa kesimpulan bahwa ia sukses sebagai pengusaha keripik singkong karena ia orang yang optimistis dengan hidupnyi. Namun,  optimisme itu pun tidak ia peroleh dengan singkat. Ada masa ia terjepit dan terjatuh, tetapi bisa bangun lagi dan berhasil seperti saat ini. Selulusnya dan Madrasah Aliyah Pondok Baru, Payaman, Magelang, Jawa Tengah, Muhdi pergi ke Medan menjadi nazir Masjid Nurul Imam di kawasan Kompleks Perhubungan Udara, Padang Bulan, Medan. Ia juga bekerja macam-macam, seperti menjadi tukang  kebon Taman Kanak-kanak Ikadiasa, Kompleks Perhubungan Udara, Jalan Penerbang, Medan. A Siong, seorang pedagang telur, pernah menawarinya berdagang telur.

Usahanya menanjak saat ia mulai memasok logistik, seperti telur, beras,  minyak goreng, minyak tanah, hingga sirup, ke Pondok Pesantren Roudhatul Hasanah, Medan. Semua berbalik saat krisis moneter tahun 1997. Pemilik toko tempat ia mengambil barang bangkrut. Ia mencoba berdagang bahan pokok.

Di tengah situasi tak menentu, ia pulang kampung saat Lebaran tahun 1999. Di situlah ide membuat keripik singkong muncul. “Ada orang buat keripik manual. Saya lalu beli  peralatannya,” cerita Muhdi. Ia membeli alat potong Rp 120.000, wajan Rp 75.000, dan alat penampi Rp 15.000. Ia bawa peralatan itu ke Medan. Sesampai di Medan, ia langsung membeli singkong 5 kilogram di pasar dan minyak goreng 2 kilogram untuk
praktik membuat keripik. Ternyata keripiknya tenggelam dalam minyak. Esoknya ia beli singkong ke petani, dengan asumsi kualitas singkong lebih baik. Eh, sama saja, keripik tenggelam di dalam minyak.

Usut punya usut, ternyata api kurang besar, sementara wajan kebesaran. Ber kali-kali dicoba, baru ketemu formula pas, antara banyaknya minyak, besarnya api, panas minyak, dan besarnya wajan. Wajan yang ia beli dari Magelang ternyata kebesaran sehingga ia perlu mengganti wajan dari tukang pisang yang membantu ia menemukan formula pas untuk menggoreng keripik. Akhir tahun 1999, produksinya membutuhkan 100 kilogram singkong per hari dan proses menggoreng nonstop hingga malam hari. Masyarakat sekitar mulal terusik dengan aktivitas produksi keripiknya, terutama karena limbah singkong. Ia pun pindah ke kawasan Medan Tuntungan di pinggír kota. “Saya sewa rumah yang kata orang berhantu Rp900.000 untuk tiga tahun,” katanya. Kebetulan air di kawasan itu bagus.

Ia membuat dapur dan mulai berproduksi lagi. Ia memanggil lima orang tetangganya di Tuntungan untuk bekerja kepadanya. Produksi terus  meningkat, dari 150 kg per hari menjadi 0,5 ton, kemudian 1 ton per hari. Tenaga kerja meningkat menjadi 15 orang.

Tahun 2002, pemilik rumah hendak menjual tanah dan rumah sewanya di Jalan Tunas Mekar, Tuntungan II, Pancur Batu, Medan. Ia pun mencari  pinjaman bank untuk membeli rumah dan tanah itu. Sementara itu, produksi meningkat menjadi 2 ton per hari. Pada tahun itu, ia juga mengikuti pelatihan di Dinas Perindustrian dan Perdagangin Kota Medan, dan mulai mendaftarkan produknya ke dinas kesehatan dan memberi merek “Kreasi Lutfi”, mengambil nama anaknya. Ia juga mulai membuat keripik aneka rasa. Produksi sempat berhenti total selama tiga bulan pada 2004 karena para penjualnya lari. Se1uruh produk dibawa penjual sehingga ia menjual kendaraan operasional untuk menutup utang. Utang bank pun tak terbayar.

Ia memulai lagi menggoreng keripik dengan modal Rp 1,1 juta. Jadilah 200 bal keripik. Ia meminta salah satu mantan penjualnya untuk menjadi  distributor. Mulai dari situ bisnisnya kembali menanjak dan sejak tahun 2005 ia memproduksi 4 ton singkong setiap hari Ia juga melebarkan sayap ke bisnis gaplek, mengolah kulit ubi menjadi makanan ternak.

Kini ia tengah menjajaki bisnis opak dan pembuatan tepung singkong agar bisa menggantikan tepung terigu. Total karyawannya 75 orang Awal tahun ini ia mulai mengekspor keripiknya ke Korea Selatan. Dua minggu sekali ia mengirim satu kontainer kenipik singkong ke Korea Selatan. Satu kontainer berisi 2.566 kotak keripik. Satu kotak berisi 2,6 kg keripik. \ ”Ini khusus untuk diameter singkong 5,7 cm,” kata dia.

Muhdi, yang selalu tampil sederhana itu, mengatakan, semua itu dimulai dari kepepet (terjepit). Ia mengatakan bahwa ilmunya sederhana saja,  yakni menyelaraskan otak, otot, dan omong, membuat produknya mutu, mudah, dan murah, serta bekerja dengan senang,santal, tetapi selesai. Begituiah Muhdi,yang menyelesaikan kuliahnya di  Institut Agama Islam Negeri Sumut, dengan harapan bisa mengajar di Medan. Namun, malah jadi pengusaha keripik.

Sumber: hariankompas

Ngurah Umum Pengusaha Patung The Duck Man of Bali

Putus sekolah bukanlah halangan untuk dapat berkarya dan berkreasi memproduksi barang bernilai seni tinggi hingga banyak disukai konsumen. Setidaknya itulah yang dialami oleh Ngurah Umum, seorang pengrajin patung kayu yang kini lebih dikenal dengan kerajinan patung bebeknya dengan merek atau julukan the Duck Man of Bali.

Mengenyam pendidikan hanya sampai jenjang SMP, Ngurah Umum yang putus sekolah pada tahun 1972 mencoba mencari pekerjaan dengan melamar ke sejumlah tempat. Namun selama beberapa tahun mencoba mencari pekerjaan, tidak ada satu tempat kerja pun yang mau menerimanya. Padahal ketika masih kecil Ngurah Umum bercita-cita ingin menjadi guide bagi para turis asing. Cita-cita itu pun terpaksa dia tanggalkan karena latar belakang pendidikannya yang tidak menunjang.

Setelah 7 tahun tanpa pekerjaan tetap, pada tahun 1979 pria kelahiran tahun 1955 ini akhirnya diterima bekerja sebagai pramuniaga di Tantra Gallery, Denpasar. Ketika bertugas di Tantra Gallery, pada tahun 1980, secara kebetulan Ngurah Umum bertemu dengan Joop Ave yang ketika itu masih menjabat sebagai Dirjen Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi (Parpostel). Dalam pertemuan itu Joop Ave membawa contoh patung bebek dari Filipina dan menantang Ngurah Umum untuk dapat membuatnya.

Karena merasa tertantang oleh tawaran pak Joop Ave, saya mencoba dan berusaha sebisa mungkin untuk membuat patung bebek yang persis sama dengan contoh patung bebek yang di bawa beliau dan ternyata saya berhasil. Akhirnya pak Joop Ave meminta dengan hormat kepada pak Tantra agar mengizinkan saya berhenti bekerja supaya bisa memfokuskan diri membuat patung bebek, kenangnya.

Sejak saat itu, Ngurah Umum pun memfokuskan perhatiannya dalam kegiatan pembuatan patung bebek dengan berbagai sentuhan seni dan teknik pembuatan (khususnya teknik finishing) yang dikembangkan oleh Ngurah Umum sendiri.

Untuk pertama kalinya, pada tahun 1982 kerajinan patung bebek Ngurah Umum dipamerkan di sebuah hotel yang baru dibuka di Bali, yaitu Hotel Nusa Dua Beach. Di luar dugaan, dalam waktu sekejap seluruh barang sudah habis laku terjual. Bahkan, sebelum pameran selesai, seluruh barang sudah terjual habis.

Masih pada tahun 1982 Ngurah Umum mengikuti pameran di Saudi Arabia yang disponsori oleh Departemen Periwisata, Hotel Bali Beach dan Hotel Borobudur. Secara rutin ia mengikuti kegiatan pameran di Saudi Arabia tersebut sampai tahun 1986.

Pada tahun 1984 Ngurah Umum juga mengikuti pameran di Hotel Kartika Chandra, Jakarta dan seluruh barang sebanyak dua peti habis terjual diborong oleh dua orang pembeli. Sejak saat itu, dia banyak mendapatkan fasilitas pameran secara gratis di Jakarta.

Nama the Duck Man of Bali sendiri sebetulnya ditemukannya secara tidak sengaja. Bahkan, julukan the Duck Man of Bali itu juga bukan Ngurah Umum sendiri yang membuatnya. Nama atau julukan the Duck Man of Bali ditemukan Ngurah Umum dalam sebuah terbitan majalah in-flight magazine Garuda. Ketika itu, tahun 1985, Ngurah Umum sedang dalam perjalanan dengan pesawat Garuda dari Denpasar menuju Jakarta dan secara tidak sengaja membaca in-flight magazine Garuda. Dalam salah satu artikelnya terdapat tulisan tentang Ngurah Umum the Duck Man of Bali. Artikel tulisan itu memberikan inspirasi kepada Ngurah Umum untuk memberi nama usaha kerajinan patung bebeknya dengan nama The Duck Man of Bali.

Secara tidak langsung kegiatan usaha kerajinan patung bebek Ngurah Umum juga turut terdongkrak popularitasnya karena secara tidak sengaja turut dipromosikan oleh kalangan pejabat dan petinggi negara ketika itu. Promosi dimaksud bukanlah promosi melalui media massa seperti koran, majalah atau televisi, tetapi karena seringnya dikunjungi oleh para pejabat dan petinggi negara ketika itu.

Pada tahun 1986 misalnya, Presiden Soeharto sekeluarga berkunjung ke bengkel kerja yang sekaligus berfungsi sebagai galeri milik Ngurah Umum. Keluarga Cendana membeli banyak sekali patung bebek buatannya. Sejak saat itu banyak pejabat negara yang secara rutin berkunjung ke bengkel kerja/galeri Ngurah Umum. Bahkan, tamu negara seperti Presiden Kazakhstan dan para kepala negara ASEAN juga pernah bertandang ke galeri Ngurah Umum.

Produk patung bebek yang khas dan indah, kaya akan nilai seni buatan Ngurah Umum ternyata menjadi trend setter dalam kegiatan industri kerajinan patung di tanah air. Sejak patung bebek buatan Ngurah Umum mulai dikenal masyarakat pecinta barang seni, banyak pematung yang mengikuti jejaknya memproduksi patung bebek. Namun Ngurah tetap setia dengan kegiatan usahanya dan salah satu kiatnya yang paling utama dalam menghadapi persaingan yang makin ketat tersebut adalah dengan meningkatkan kualitas dan desain produknya secara terus menerus.

Produk patung bebek kami memang berbeda dengan patung bebek buatan pematung lainnya sehingga di pasaran, produk kami ini termasuk produk yang langka. Memang pematung banyak tapi yang bisa memproduksi patung bebek yang khas dan antik tidak banyak. Bentuk patung bebek yang kami buat juga sangat spesifik dan tidak ada duanya, kata Ngurah Umum.

Sentuhan finishing yang sangat kuat namun sangat halus menjadikan produk patung bebek produksi Ngurah Umum memiliki karakter yang sangat kuat dan kaya akan nilai seni. Setiap orang yang kebetulan melihat patung karya Ngurah Umum pasti akan tertarik untuk menikmati keindahannya.

Ngurah Umum menggunakan kayu Albisia, Jemponis dan suar sebagai bahan baku utama pembuatan patung bebek, sedangkan untuk alas atau tatakan patung, Ngurah Umum biasanya menggunakan kayu Kamboja Bali sebagai bahan baku utamanya.

Ukuran patung bebek yang diproduksi Ngurah Umum sangat bervariasi mulai dari patung bebek berukuran kecil sampai besar. Ada patung bebek yang dibuat dengan ukuran 20 cm, tapi ada juga patung bebek yang dibuat dengan ukuran sampai 2 meter tingginya. Harga jual patung bebek yang dipatok Ngurah Umum pun bervariasi mulai dari Rp 75.000 per unit sampai dengan puluhan juta rupiah per unit.

Sumber : majalahkina

Syahrial Yusuf, Sukses Lewat Lembaga Pendidikan LP3I dengan Puluhan Cabang Kampus

Menjalani panggilan hidup sebagai seorang entrepreneur, seringkali merupakan bentuk dari tanggung jawab moral seorang pengusaha di tengah-tengah lingkungan masyarakat. Terlebih lagi bagi entrepreneur yang bergerak di bidang pendidikan. Selain faktor bisnis, tentu saja mereka memiliki tanggung jawab moral untuk menciptakan tenaga kerja yang siap diserap oleh beragam industri, atau mendidik calon-calon entrepreneur muda untuk siap berbisnis.

Hal itulah yang kemudian mendorong Syahrial Yusuf untuk mendirikan sebuah lembaga pendidikan LP3I, yang menfokuskan diri untuk menciptakan lulusan yang terampil, siap kerja, atau siap menjadi seorang entrepreneur. Kini, LP3I telah melebarkan sayap dengan memiliki 48 lokasi kampus di seluruh Indonesia. Pencapaiannya pun terbilang sangat baik, yaitu dengan mencetak 95% lulusan yang langsung mendapatkan tempat untuk bekerja. LP3I pun makin mengukuhkan diri sebagai lembaga pendidikan yang sejak tahun 1995, konsisten menjaminkan lapangan pekerjaan kepada para siswanya.

Sebagai seorang entrepreneur yang kini telah sukses, Syahrial Yusuf banyak belajar dari pengalaman hidupnya sebagai mahasiswa rantau yang harus mencari biaya kuliahnya sendiri. Pria asal Medan, Sumatra Utara, yang merupakan alumnus Fakultas Ekonomi, Universitas Padjadjaran, ini mengaku harus kuliah sambil kerja demi memenuhi kebutuhannya di Bandung. Dari sanalah, Syahrial mulai mengenal sistem manajemen dalam sebuah perusahaan.

“Saya memulai bekerja saat kuliah, sebagai tenaga serabutan di sebuah bengkel. Lalu karena potensi saya, karir saya disana cukup baik. Dua bulan saya jadi staf pembukuan, lalu kabag pembukuan, dan tak lama saya jadi direktur keuangan. Jadi dalam waktu 8 bulan, saya sudah menjadi wakil direktur yang membawahi 40-an karyawan. Itu membuat saya percaya diri karena waktu itu usia saya baru 19 tahun,” kenang Syahrial saat berbincang dengan Ciputraentrepreneurship.com, di kantornya di kawasan Senen, Jakarta Pusat.

Setelah satu tahun bekerja, Syahrial mulai tertarik untuk mengembangkan relasi di dunia kemahasiswaan dengan terjun menjadi seorang aktifis di salah satu badan kemahasiswaan. Di sanalah Syahrial mulai menemukan jati diri dan idealismenya, khususnya di bidang pendidikan. Ia melihat, potensi besar mahasiswa saat itu kurang bisa diwadahi oleh pemerintah, sehingga munculah pengangguran dalam jumlah yang signifikan. Dari sanalah ia mulai bertekad untuk menjadi seorang entrepreneur.

Langkah awal yang dipilih Syahrial untuk menjadi seorang entrepreneur adalah dengan mengelola unit koperasi mahasiswa (Kopma) yang ada di kampusnya. Dengan berstatus mahasiswa UNPAD, Syahrial pun mulai mengembangkan potensi ekonomi Mandiri di lingkungan kampus.

“Saat mengurusi Kopma Unpad, saya memperbaiki system yang ada saat itu hingga akhirnya sedikit demi sedikit, Kopma Unpad mulai menghasilkan untung. Dengan lobi yang saya lakukan saat itu, sayapun menjalankan berbagai bisnis, mulai dari penyediaan toga untuk wisudawan, fotocopy, jaket Unpad, hingga mendirikan lembaga pendidikan komputer. Jumlah karyawan yang saya rekrut pun hingga 30-an orang. Dalam waktu 1 tahun, waktu itu Kopma Unpad menghasilkan keuntungan hingga Rp 25 juta,” ujar Syahrial.

Sebagai seorang mahasiswa, Syahrial melihat bisnis yang ia jalankan adalah bentuk dari protesnya terhadap pemerintah yang ia anggap tidak mampu menyediakan lapangan pekerjaan yang cukup bagi sarjana. Ia pun menilai bahwa kurikulum yang ada saat itu tidak dilengkapi dengan soft skill, atau juga ilmu kewirausahaan yang bisa membuat para calon sarjana bisa Mandiri berusaha.

Yakin dengan jalan hidupnya sebagai seorang entrepreneur, Syahrial pun memilih jalur bisnis pendidikan sebagai peluang usaha. Dengan mengusung idealisme yang tinggi dalam mengurangi pengangguran, Syahrial pun fokus untuk mendidik SDM yang terampil dan siap bekerja. Pada tahun 1989 ia pun mendirikan Lembaga Pendidikan dan Pengembangan Profesi Indonesia (LP3I), dan mengandalkan kurikulum yang disesuaikan dengan lapangan kerja (link and match antara dunia pendidikan dan usaha di Indonesia).

Di tiga tahun awal berdirinya LP3I, Syahrial melewati jalan terjal dalam membangun usaha pendidikannya. Ia mengaku terlalu fokus menjalankan idialismenya dalam mencetak lulusan yang berkwalitas, dan melupakan faktor bisnis yang merupakan tulang punggung penyangga idealismenya.

“Awalnya saya terlalu idealis menjalankan bisnis saya. Saya tak terlalu mengejar profit. Hal itu membuat saya kadang kesulitan untuk membayar karyawan saya. Tak jarang saya pun harus meminjam uang dari kerabat saya, agar bisa mempertahankan lembaga pendidikan ini. Setelah memasuki tahun ke-4, saya pun sadar jika bisnis pendidikan ini harus juga mendatangkan profit yang baik agar kualitas pendidikan yang kami berikan juga baik. Saya pun mulai dengan membangun cabang, dan cari mitra yang bisa memberikan modal,” jelas Syahrial.

Setelah lebih dari 20 tahun terkenal sebagai lembaga pendidikan penyedia tenaga terampil yang siap kerja, kini LP3I mulai serius membidik sektor entrepreneurship dengan proporsi target lulusan, 30% menjadi pengusaha dan 70% menjadi tenaga terampil. Untuk mencapai target tersebut, LP3I kini mulai mengembangkan beragam laboratorium (inkubator) usaha dan mempererat relasi di dunia kewirausahaan.
Atas pencapaiannya, beragam penghargaan pun telah diperoleh. Namun, bagi Syahrial kebanggaan terbesar adalah saat ia melihat anak didiknya menjadi orang yang sukses, baik sebagai pengusaha atau sebagai karyawan. Sebuah ibadah, yang tulus dijalankan lewat pengabdiannya sebagai seorang pendidik.

“Saya pernah punya murid, dia sarjan kami, yang lulus dan menjadi pegawai di Bank Indonesia. Dari ratusan pelamar dari beragam universitas yang terkenal, murid saya bisa lolos menjadi pegawai. Yang membuat saya terkesan adalah latar belakang murid saya yang datang dari keluarga yang kurang mampu. Dari enam ribu pelamar, hanya enam puluh yang diterima,” ujar Syahrial sambil tersenyum.

sumber: ciputraentrepreneurship.com

Kiat Sukses Kantongi Omzet Jutaan Dari Sampah Pinggir Laut

Novie Indah Husniah tak pernah menyangka kesehariannya berdekatan dengan limbah sisik ikan, yang mengotori pinggiran laut dan kawasan perlelangan ikan di Sidoarjo, Jawa Timur, menjadi awal keberhasilannya meraih penghargaan entrepreneur terbaik.

Perempuan muda (26) ini adalah satu di antara 18 finalis Citi Micro-Entrepreneurship Award (CMA) 2010. Atas dukungan Thowilah, pembinanya dari koperasi Al Mubarokah, Tanggulangin, Sidoarjo, Novie berhasil mengembangkan usaha kerajinan bros sisik ikan sejak 2008. Tak hanya itu, motivasi dan pengetahuan yang didapatnya sejak bergabung di koperasi pada 2009 lalu juga menguatkan semangat wirausahanya, hingga akhirnya terpilih menjadi finalis CMA 2010 mewakili Sidoarjo.

“Dari enam jenis usaha yang saya ajukan, hanya produk bros sisik ikan ini yang disurvei pihak penyelenggara dan berhasil terpilih sebagai finalis,” kata Thowilah kepada Kompas Female, usai penganugerahan CMA 2010 di Hotel Millenium Jakarta, beberapa waktu lalu.

Keunikan produk, inovasi bisnis menyegarkan dari limbah ikan segar, motivasi membangun usaha, dan membuka lapangan pekerjaan membawa Novie ke ajang penghargaan yang memasuki tahun keenam ini. Novie tak pernah menduga, ia pun berhasil meraih gelar juara pertama untuk kategori kerajinan CMA 2010. Atas prestasinya ini, Novie berhak membawa pulang hadiah senilai Rp 11 juta.

“Rasanya masih tak percaya berhasil menerima penghargaan dan hadiah ini. Tetapi menang bagi saya bukan untuk berdiam diri, namun justru mendapatkan tanggung jawab. Hadiah ini juga bukan untuk menyenangkan diri sendiri tetapi untuk mengembangkan usaha yang sudah ada,” tutur Novie yang merasa “diberi” hadiah istimewa menjelang ulang tahunnya yang ke-26, tepat pada 11 November, sehari setelah menerima penghargaan CMA 2010.

Bermodalkan kreativitas dan dukungan moral, Limbah sisik ikan berkelimpahan dan berserakan di kawasan perlelangan ikan, Desa Pepe, Sedati, Sidoarjo. Artinya, bahan baku kerajinan bros yang dibuat Novie tak akan habis dan sangat berpotensi diperbarui. Apalagi, kata Novie, sisik ikan yang berpotensi dijadikan bros berasal dari ikan kakap yang selalu dibawa pulang nelayan dari laut setiap hari. “Ikan kakap laut tak bergantung pada musim, jadi setiap hari nelayan pasti menangkap ikan kakap,” papar Novie.

Bahan baku yang melimpah menjadi berkah jika dilihat dengan cara kreatif seperti yang dilakukan Novie. Awalnya, kisah Novie, ia menginjak hamparan limbah sisik ikan yang mengotori pinggir pantai. Sisik ikan berukuran 3 cm ini berwarna putih, berlendir dan berbau amnis. Sekilas mirip kelopak bunga, dalam pandangan Novie. Dari situlah ia membawa pulang satu karung sisik ikan dan diubahnya menjadi benda cantik bernilai ekonomi yang dikenakan perempuan sebagai penghias pakaian.

“Awalnya sempat meragu apakah ide saya bisa berjalan atau tidak ke depannya. Apalagi produksi satu hari hanya menghasilkan satu bros pada tahap awalnya. Lebih tidak percaya diri lagi karena barang ini baru dan belum ada di pasaran. Khawatir nantinya susah mencari pasar. Namun, saya tetap mencoba meski seringkali gagal membuat bros yang saya inginkan,” tutur Novie.

Meski sempat merasa tak percaya diri, Novie tak menyerah dan terus mencari solusi. Berkonsultasi dan memperkaya diri dengan berbagai ilmu kerajinan melalui buku maupun internet adalah cara yang dipilihnya. Sarjana Pendidikan dari Fakultas Teknik Jurusan Pendidikan Tata Busana Universitas Negeri Surabaya ini juga berdiskusi dengan dosen mengenai  niatnya membangun usaha bros dari sisik ikan kakap.  “Menjadi pengusaha pemula membutuhkan motivasi dari orang lain. Dukungan dan dorongan dari dosen saya membuat saya lebih bersemangat dan percaya diri mengenalkan produk bros sisik ikan ini,” aku Novie.

Dalam satu tahun, bisnis kerajinan bros sisik ikan milik Novie mengalami kemajuan baik dari produksi maupun manajemen bisnis dan pengrajin. Usaha Novie yang menggunakan merek Vay Craft berhasil memproduksi sekitar 40 bros setiap bulan dengan modal awal Rp 1,3 juta. Novie mempekerjakan lima karyawan tetap yang menyelesaikan produksi di rumah masing-masing.  “Karyawan lebih efektif jika bekerja di rumah daripada dikumpulkan di satu tempat. Hasil produksi mereka lebih banyak jika bekerja dari rumah,” kata Novie.

Satu tahun kemudian, setelah bergabung di koperasi Al Mubarokah, Novie mampu meningkatkan produksi dua kali lipat (80 bros per bulan) dengan bantuan tambahan modal Rp 1 juta. Kekhawatiran Novie saat awal hendak memulai usaha, terkait pasar, juga terbantahkan. Vay Craft mendapatkan langganan yang kebanyakan adalah perias pengantin. Produk bros sisik ikan Novie juga berkembang menjadi hiasan rambut untuk sanggul pengantin. Pelanggan lain yang berhasil digaet Novie adalah toko suvenir dan kerajinan di Sidoarjo dan Surabaya.  Dengan mematok harga jual Rp 25.000 – Rp 35.000, Novie berhasil meraup omzet senilai Rp 5 juta. Keuntungan bersih yang dinikmatinya sekitar Rp 1,5 juta.

Ekspansi pasar bermodalkan hadiah , Kini, setelah berprestasi mendapatkan penghargaan dan uang sebagai hadiah kerja kerasnya, Novie semakin bersemangat mengembangkan bisnisnya.  Memperluas pasar ke kota yang menjadi destinasi wisata, seperti Yogyakarta dan Bali, adalah target utama Sovie. Caranya, bisa dengan membangun keagenan atau menitip di toko suvenir.  “Masih dipikirkan cara dan peluang pasarnya,” akunya.

Selanjutnya, pengembangan desain dan variasi produk adalah ide lain yang ingin segera diwujudkan Novie sepulang menerima penghargaan CMA 2010.  “Mungkin juga merekrut pekerja lagi, menjadi total 10 orang. Dengan begitu, saya bisa meningkatkan produksi dua kali lipat sekitar 160 bros per bulan. Kalau sudah baik produksinya, saya berani memenuhi permintaan dalam jumlah banyak,” Novie menjelaskan berbagai rencananya penuh semangat.


Sumber : kompas.com

Loper Koran, Kini Beromzet Miliaran

Meraih kesuksesan bisnis bisa lewat banyak cara. Salah satunya aksi nekat seperti yang dilakukan Andika Lubis. Tanpa bekal, ia pergi ke Amerika Serikat. Kini perusahaan yang dia bangun sukses besar mencatat omzet hingga Rp 400 juta per bulan.

Banyak pengusaha yang sukses meski tanpa modal besar. Salah satunya adalah Andika Rama Lubis. Pria lulusan Arsitektur Institut Teknologi Nasional Bandung ini lebih banyak memulai bisnisnya dengan modal nekat. Toh, kenekatan itu menggiringnya menjadi pengusaha muda beromzet Rp 5 miliar per tahun.

Saat ini, lewat bendera Eprodeco, Andika berhasil menjadi dekorator tepercaya sejumlah pengelola mal besar di Jakarta. Kliennya mulai dari Plaza Indonesia, sampai perusahaan besar macam Panasonic dan XL Axiata. Satu proyek dekorasi bisa bernilai hingga Rp 300 juta.

Tak hanya dekorasi, lewat induk usaha PT Andrafa Abiatama, Andika juga menyediakan one stop shopping desain kreatif, printing, merchandise, dekorasi, dan event organizer. Sejak pertama kali didirikan pada 2008, klien Andrafa sudah mencapai ratusan perusahaan. Kebanyakan mereka memanfaatkan jasa Andrafa pada acara peluncuran produk.

Dari kecil, Andika yang lahir di Kinabalu, pada 18 September 1974, memang pekerja keras. Ayah ibunya selalu menekankan untuk berusaha mendapatkan apa yang diinginkannya. “Kalau mau mainan, saya harus beli sendiri dari hasil tabungan, ditambah uang ayah sedikit,” kenang Dika, begitu ia disapa.

Demikian pula saat kuliah. Lantaran usaha ayahnya di bidang desain interior bangkrut terimbas krisis moneter pada 1998, Dika harus pontang-panting mencari biaya tambahan kuliah dengan bekerja serabutan. Beruntung, kala itu Citibank menawarkan program kartu kredit untuk mahasiswa. Ia menjadi agen penjualnya. Keuntungannya lumayan. “Bisa buat nambah-nambah uang kuliah,” ujarnya. Prinsip kerja keras itu menempa Dika menjadi tidak mudah menyerah dan berani mengejar mimpi. Selulus kuliah, ia sempat bekerja di satu perusahaan. Tapi, tak seberapa lama, ia memutuskan mundur lantaran ingin ingin menimba ilmu dan mendapatkan pengalaman kerja di Amerika Serikat (AS).

Dengan bermodal pinjaman dari sang nenek sebesar Rp 10 juta untuk membeli tiket, Andika nekat pergi ke AS. Padahal, saat itu situasi tengah genting setelah terjadi tragedi WTC 11/9. Beruntung, ia lolos di pembuatan visa turis sampai administrasi di bandara. Karena hanya berbekal uang 100 dollar AS dari pamannya, ia terpaksa tidak makan saat pesawat transit di Singapura dan Jepang.

Sesampai di AS, Dika menyambangi tantenya untuk menumpang hidup. Lantaran hanya menumpang, ia tak berani meminta uang lebih. Ia memutuskan mencari pekerjaan. Peluang termudah adalah menjadi loper koran. Kebetulan, ada seorang loper koran dekat tempat tinggal tantenya mempercayakan pekerjaannya ke Dika. Saban dini hari, Dika mengantarkan koran dengan meminjam mobil sang tante. Upah mengantar koran lumayan. Dalam dua minggu, ia mendapatkan bayaran 1.500 dollar AS. Tak sampai dua bulan, ia bisa bayar utang ke neneknya.

Hidup Dika juga banyak ditopang oleh belas kasih orang lain. Selama belum memiliki visa kerja, ia ditolong seorang warga China-Amerika. “Saya menggunakan ID dia selama bekerja,” ujarnya. 

Tidur cuma dua jam, Singkat cerita, Dika mendaftarkan diri untuk mendapatkan visa pelajar. Ia ingin kuliah di universitas swasta di bidang manajemen bisnis. Tak disangka, ia diterima. Sembari kuliah, Dika menambah jam kerjanya dengan menjadi penjaga toko, mulai dari pukul 16.00 sampai pukul 22.00. Ia tidur selama dua jam, lantas mulai pukukl 24.00 hingga pukul 06.00 mulai mengantar koran. Ia melanjutkan waktunya untuk kuliah mulai pukul 7.00 pagi sampai pukul 13.00 siang. “Saya melakukan rutinitas itu selama empat tahun,” ujar Dika.

Pada tahun 2003, ada kabar duka datang dari Indonesia. Ayahnya meninggal dunia karena sakit. Ibunya memanggil pulang Dika. Ia harus menggantikan sang ayah sebagai tulang punggung keluarga. Dengan berat hati, Dika meninggalkan bangku kuliah dan memulai usaha dari nol di Indonesia. Usaha pertamanya adalah membangun creative design dan event organizer bersama seorang teman. Usaha itu sempat sukses dan berhasil membukukan omzet hingga Rp 2 miliar per tahun. Sayang, lantaran ada konflik internal, Dika memutuskan keluar.

Bermodal uang tabungan, bersama sang istri, Rany Fauziah Pospos, yang dinikahinya pada tahun 2005, Dika membangun usaha tandingan. Lewat bendera Andrafa Abiatama, ia mulai mendapatkan aneka proyek. “Pertama, saya dipercaya Panasonic menyediakan aneka merchandise dan produkprinting,” kata Dika.
Dika juga menggarap dekorasi mal dan interior apartemen. Sejumlah apartemen di Jakarta pernah mendapat sentuhan desain Andika. Kini, ia tengah bernegosiasi membangun dekorasi panggung acara sirkus. “Nilainya mencapai Rp 700 juta karena panggungnya harus kuat dinaiki gajah,” kata Dika.

Sumber : usahasatriamandala.blogspot.com

Karmono, dengan Jambu Merah Delima Tembus Swalayan

Karmono, mantan guru sekolah dasar, berusaha menyekolahkan keempat anaknya hingga bangku kuliah lewat budidaya buah, khususnya jambu merah delima, di Demak, Jawa Tengah. 

 Alih-alih berbekal pengalaman dan keahlian, usaha budidaya buah Karmono justru didorong oleh kebutuhan untuk menyekolahkan keempat anaknya. Pensiunan guru sekolah dasar dari Demak, Jawa Tengah ini kini berhasil membudidayakan sejumlah buah yakni jambu merah delima, jambu citra, jambu hijau dan belimbing Demak.

Sebenarnya, ia bukan penemu laiknya Albert Einstein. Waktu itu, ia hanya membeli empat bibit jambu air dari Desa Krapyak, Kabupaten Demak. Karmono pun mencoba untuk menanamnya pada tahun 1986. "Jambu hanya ditanam di depan rumah saja (di Desa Krapyak pada waktu itu)," ujar Karmono kepada Kompas.com, Minggu (13/11/2011).

"Alhamdullilah, selang beberapa tahun memang jambu itu adalah favorit. Hasilnya bagus, sehingga kurang lebih tahun-tahun berikut itu jadi hasil yang maksimal," tambah dia.

Jambu tersebut terkenal dengan warnanya yang merah, tebal, manis, dan berbentuk oval. Belakangan, jambu ini dikenal sebagai jambu merah delima. Apa makna dari nama jambu itu? Disebut merah karena berkaitan dengan warna jambunya. Sedangkan delima singkatan dari kandel (tebal) dan lima. Delima juga mempunyai arti lain yakni Kandel Iling Marang Allah, atau rasa ingat yang tebal kepada Allah. Maksud arti tersebut, ada harapan agar warga Demak semakin tinggi ketakwaannya kepada Tuhan. Ia pun mengatakan, waktu tumbuh bibit jambu itu menjadi pohon dan menghasilkan buah ada sekitar 2,5 tahun. Selama satu tahun, terang dia, panen bisa dilakukan 2-3 kali. Satu pohon besar bisa menghasilkan jambu sebanyak tiga keranjang yang berukuran minimal 60 kilogram. Sementara, pohon yang kecil hanya menghasilkan satu keranjang. Harga per kilogram bisa mencapai Rp 10.000 jika musim panen sedang bagus.

Saat ini, ia mempunyai dua lahan besar. Satu lahan yang berukuran 77 x 22 meter persegi ada 32 buah pohon jambu, dan lahan lainnya yakni seluas 10 x 63 meter persegi, sudah ada 12 pohon jambu. Sebagian besar diisi oleh jambu merah delima. Waktu pertama kali menanam dengan jumlah pohon jambu sebanyak 4 buah, ia berhasil mendapatkan hasil panen sebesar Rp 670.000.

Pendapatannya ini pun digunakan sebagai biaya sekolah anak-anaknya. "(Saya) memang berupaya untuk menambah penghasilan karena penghasilan guru SD tidak seberapa seperti sekarang," ucap Karmono yang juga beristrikan seorang guru SD.

Sebenarnya, jambu ini bukan budidaya buah yang pertama kali dilakukannya. Sebelum menanam ini, Karmono membudidayakan buah belimbing. Ia pun masih melakukannya hingga saat ini. Tetapi dalam jumlah kecil dibandingkan jambu merah delimanya. Alasannya, penghasilan dari belimbing lebih kecil ketimbang jambu.

Usaha budidayanya tidak hanya semata menghasilkan buah saja. Warga sekitar tempat tinggalnya pun mulai melirik budidaya buah tersebut seiring dengan keberhasilan Karmono. Ia pun mulai untuk mencangkok untuk memenuhi permintaan masyarakat sekitar. Bahkan bukan hanya dari wilayah tempat tinggalnya saja, banyak masyarakat yang datang dari Pati, Kudus, hingga Semarang untuk mendapatkan bibit atau cangkokan jambu itu. "Akhirnya saya buatkan cangkok-cangkok," ucap dia.

Bahkan, ia berujar, seolah-olah tidak ada tanah yang terlewat untuk ditanami jambu merah delima tersebut di tempat tinggalnya yakni sekitar Kelurahan Betokan. Bahkan, cangkokan jambu ini tidak hanya diminta oleh daerah sekitar Demak saja. Permintaan bisa dibilang merata di seluruh Pulau Jawa. "Dan, juga saya pernah kirim cangkok jambu itu sampai ke Kalimantan sampai 1 truk," sebut dia.

Saat ini, ia pun sedang mempersiapkan sebanyak 800 cangkok jambu tersebut bagi siapa saja yang mau membelinya.  Selain itu, ia sebenarnya sempat merintis berdirinya koperasi yang juga bernama Merah Delima. Namun, koperasinya tidak berjalan lancar karena masalah kepengurusan. Koperasi yang sempat beranggotakan 17 orang petani jambu inipun ditutup. "Akhirnya modal kami kembalikan semua," ujar dia.

Permintaan buah dan cangkok jambu merah delima ini terus mengalir hingga kini. Pemasaran jambu ini pun sampai ke swalayan-swalayan di Jakarta, Surabaya, Bandung, Purwakerto. Namun, ia enggan menyebutkan berapa omzet yang ia dapat dari usaha budidaya ini dengan alasan belum menghitung secara rinci. Tetapi jika mengalikan jumlah pohon dengan rata-rata hasil panen yakni, misalkan saja, 40 pohon x 1 keranjang x 60 kilogram x Rp 10.000 per kilogram maka Karmono bisa mendapatkan Rp 24 juta. Itu perkiraan pendapatan dengan asumsi panen dari pohon kecil yang disebutnya hanya menghasilkan satu keranjang. Jika pohon besar dengan hasil 3 keranjang maka ia bisa mendapatkan tiga kali lipat dari jumlah tersebut. Pendapatan ini belum termasuk budidaya buah lainnya, bibit, dan cangkok.

Usahanya mengembangbiakkan jambu ini terus dikembangkannya, sampai-sampai ia yang baru saja menerima penghargaan dari Danamon sebagai pejuang kesejahteraan, berusaha agar pohon jambu bisa juga ditanam sebagai tanaman hias di pekarangan masyarakat. Atas kegigihannya ini, Karmono juga mendapat penghargaan lainnya seperti di tingkat kabupaten.

Ia pun bercerita bahwa dirinya hampir saja terbang ke Mekkah untuk mengenalkan jambunya. Itu terjadi sekitar tahun 1995. Karmono mengaku, ia diajak oleh Dinas Pertanian Demak. Namun, ajakan ini gagal terealisasi karena adanya hambatan dana. "Waktu itu saya sudah siap-siap. Buat gambar di atas plastik. Itu yang nanti pakai OHP (Over Head Projector)," ujarnya.

Usaha budidaya jambunya ini pun berkembang ke varietas lain, yakni jambu citra dan jambu hijau. Jambu citra ini bentuknya seperti jambut mete tanpa ukiran. "Kalau dipijar itu mesti bersuara," ucap dia.

"Kami lanjutkan budidaya inovasi ini sehingga berguna untuk warga kami sendiri juga untuk warga lingkungan masyarakat," tegas dia. Ke depan, ia pun berencana untuk menambah luas lahannya dan kemungkinan untuk mengembangkan varietas buah lainnya. Usaha yang dilakukannya Karmono ini tidak sia-sia. Buktinya, ia berhasil mengantarkan keempat anaknya mengenyam bangku kuliah. "Hanya satu yang tidak selesai (kuliah) karena diajak pakde-nya bekerja. Waktu lagi skripsi. Mungkin karena enak dapat duit jadi nggak mau nerusin lagi," ungkap dia yang sudah pensiun sejak tahun 2007. Namun demikian, anak-anaknya belum ada yang mau meneruskan usaha ayahnya ini.

Sumber : usahasatriamandala.blogspot.com

Bisnis Kripik Kentang, Hebohkan Semarang

Kentang adalah jenis umbian yang biasanya dibuat campuran sayur sup, teksturnya yang lunak ketika sudah dimask memang mantap bila menjadi campuran sayur sup khususnya para ibu yang hobinya memasak. Namun beda dengan Dodi Triatmaja, ditanganya kentang disulap menjadi bisnis yang menjanjikan. Kentang yang biasanya bat campuran sup itu dibuatnya menjadi kripik kentang.  Dodi Triatmaja asal Banyumanik, Semarang. Mengusung brand Mas Brow, ia menawarkan enam variasi produk keripik kentang. Diantaranya keripik kentang keju, kentang original, kentang keju pedas, kentang cabe hijau, kentang pedas manis, dan kentang pedas gurih.

Dodi mengklaim, produk keripik kentangnya diproduksi secara alami dengan menggunakan bahan baku kentang asli pilihan sesuai dengan standar mutu. Selain itu, racikan bumbu yang digunakan juga dibuat manual dengan mengedepankan kualitas. "Kami fokus membuat makanan sehat," kataDodi yang merintis usaha ini sejak awal tahun 2012.

Dodi membanderol keripik kentang Mas Brow Rp 14.000 per bungkus untuk kemasan 75 gram, dan Rp 17.000 per bungkus untuk kemasan 100 gram. Untuk memasarkan produknya, Dodi menawarkan kerjasama keagenan. Syarat menjadi agen harus melakukan pembelian produk minimal Rp 960.000 per paket. Dengan biaya sebesar itu, agen akan mendapat 48 bungkus keripik kentang dengan kemasan 75 gram, dan 48 bungkus keripik kentang dengan kemasan 100 gram.

Ia menjanjikan, agen bisa meraih keuntungan hingga 50% dari omzet. Jadi, dari setiap paket senilai Rp 960.000, agen bisa meraup omzet hingga Rp 1,5 juta. Jika agen bisa menjual minimal tujuh paket, maka dalam sebulan agen bisa meraup omzet hingga Rp 10,8 juta, dengan laba bersih sekitar Rp 5,4 juta per bulan.

Saat ini, Mas Brow telah memiliki 24 agen yang tersebar di Palembang, Pekanbaru, Semarang, Solo, Klaten, Pekalongan, Cilacap, Wonosobo, Sleman, Yogyakarta, Jawa Barat, Jakarta, dan Kalimantan. "Setiap agen bisa menjual tiga paket hingga tujuh paket perbulan," ujarnya. Agar persaingan lebih kompetitif, Mas Brow hanya memiliki satu agen untuk satu kota, kecuali kota besar seperti Jakarta bisa sampai lima agen. Para agen bisa menjual kepada reseller dan langsung kepada konsumen.


Sumber : usahabisnis.com

Gurihnya Bisnis Keripik Tahu Magelang

Karyadi adalah sosok sederhana. Ia berkacamata minus. Ia lebih sering bercelana pendek, bahkan ketika ada tamu ke rumah kontrakan yang dijadikan gudang untuk produknya. Namun, juragan keripik tahu itu sekarang tiap hari akrab dengan laptop dan printer. Peralatan itulah yang digunakan untuk penunjang pekerjaannya selama ini. “Tamu mau pesan keripik tahu,” begitu ujar pria bernama lengkap Karyadi (38), warga Kampung Trunan, Kota Magelang, Jawa Tengah, ini.

Menerima tamu yang memesan produknya sekarang menjadi kesibukan sehari-hari bapak dua anak ini. Setiap hari selalu ada konsumen yang memesan. Kini, hampir di seluruh tempat yang menjual oleh-oleh di Pulau Jawa ada keripik tahu buatannya. Keadaan tersebut berbanding terbalik dengan ketika awal dia merintis usaha ini. Keripik yang diberi nama dari gabungan nama dirinya dan istrinya, Yuli Siswanti-Karyadi (Yuka) ini mulai dirintisnya sejak Oktober 2004. Karyadi dan keluarganya tinggal di Kampung Trunan, asal istrinya. Kampung ini terkenal dengan sentra produksi tahunya. Namun, karena pengolahan dan pemasarannya masih dilakukan tradisional, tahu produksi kampung tersebut tidak begitu dikenal di luar daerah.

Tahu buatan mereka hanya dijual di Pasar Gotong Royong, beberapa meter dari kampung tersebut. Daya tahan tahu ini menjadikan salah satu alasan mereka tidak memasarkan produk mereka ke luar daerah. “Tahu biasanya hanya bertahan selama dua hari, jarak menjadi salah satu pertimbangan untuk pemasarannya,” ujarnya.

Setelah memperlajari seluk-beluk tahu, ia mencoba bereksperimen. Ketika itu, ia habiskan gaji dari sebuah persewaan komputer untuk melakukan uji coba. Selama delapan bulan ia survei di pasar tradisional. “Saya keluar masuk pasar, melakukan survei sendiri,” kata Karyadi. Baru pada bulan ke-13, ia menemukan formula yang cocok. Tahu dibentuk bulat, digoreng, kemudian dipotong dan digoreng lagi dengan bumbu hingga menjadi keripik.

Inovasinya ini tidak langsung disambut baik di pasaran. Bahkan tidak jarang yang ia dicemooh pemilik toko yang akan dititipi. “Ada yang bilang anjingnya pun tidak doyan makan makanan seperti ini,” kata Karyadi mengingat saat-saat sulit memperkenalkan keripik tahunya.

Istri dan keluarganya pun hampir putus asa mendampingi usahanya tersebut karena tidak kunjung laku dan tidak untung dijual. “Saya tetap tidak putus asa. Saya terus melakukan eksperimen sampai benar-benar memperoleh keripik tahu yang bisa dikonsumsi oleh masyarakat,” katanya. Pada saat bersamaan, dia terjerat utang ke rentenir. Awalnya, ia pinjam uang Rp 4 juta dari rentenir. “Itu saat-saat sulit. Saya tidak pernah bisa mengambalikan utang karena bunganya sangat tinggi, 10 persen per bulan. Saya benar-benar kapok,” kenangnya.

Hingga tahun kedua, usahanya mulai stabil. Pesanan dari luar kota mulai datang sendiri. Setelah itu, istrinya juga mengikuti jejak suaminya, meninggalkan pekerjaan dan fokus pada wirausaha mereka. Namun, saingan baru mulai bermunculan, bahkan berani menjual jauh lebih murah. Pria yang pernah mendapatkan penghargaan dari pemerintah kota sebagai penemu keripik itu tetap bertahan.

Ia lebih mengoptimalkan manajerial dalam pengelolaan usahanya, sembari bertahan dengan harga dan lebih memaksimalkan kualitas. “Akhrinya banyak produsen yang gulung tikar karena biaya produksi tidak sesuai hasil yang diperoleh,” ujarnya. Keripiknya berhasil bertahan hingga sekarang, bahkan sempat kewalahan menerima pesanan.

Omzetnya kini mencapai Rp 200 juta per bulan. Harga per bal atau 2,5 kg sebesar Rp 64.000  untuk grosir. Harga konsumen Rp 64.000. Usahanya sekarang sudah maju. Dia pun berhasil mendirikan toko untuk memajang produknya dan aneka produk oleh-oleh khas Magelang.

Sedangkan untuk berusaha mencukupi pesanan, dia mendirikan pabrik seluas 200 meter. Ia juga mampu beli mesin pembuat tahu seharga Rp 120 juta. “Insya Allah pabrik tersebut sebentar lagi bisa berproduksi,” terangnya.

Hasil jerih payahnya tersebut juga mendapat perhatian dari Pemerintah Kota Magelang. Berdasarkan penilaian dan penentuan pemenang penyelenggaraan dan penjaringan kreativitas dan inovasi masyarakat (KREANOVA) tingkat Kota Magelang, pada 25 Agustus 2009, ia mendapatkan sertifikat penghargaan sebagai penemu/pelopor keripik tahu.

Penghargaan itu diberikan langsung Wali Kota Magelang yang saat itu dijabat Fahriyanto. Karyadi pun merasakan gurihnya bisnis keripik tahu.

Sumber : wirasmada.wordpress.com

Selasa, 28 Mei 2013

Titik terang kasus Century

Jalan terang kasus Century
Titik terang kasus century
SETELAH tiga tahun terjebak di lorong pekat, pengusutan kasus pengucuran dana talangan Bank Century sebesar Rp 6,7 triliun kian menunjukkan titik terang. Tidak ada alasan lagi bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk tidak secepatnya menuntaskan mega skandal itu.

Sulit dimungkiri, kasus Bank Century ialah perkara super besar, tetapi disikapi dengan kemauan kecil untuk menyelesaikannya. Sudah tiga tahun KPK menyelisik, mengusut, dan menyidik kasus itu. Sekitar 100 saksi telah dimintai keterangan.(UA-40096279-1)
DPR bahkan perlu turun tangan dengan membentuk Tim Pengawas Kasus Bank Century.

Namun, segala upaya yang seolah-olah luar biasa itu minim hasil. KPK bahkan baru mampu menjerat satu tersangka, yakni mantan Deputi Bidang IV Pengelolaan Devisa Bank Indonesia (BI) Budi Mulya. Mantan Deputi Bidang Pengawasan BI Siti Chalimah Fajriyah awalnya juga ditetapkan sebagai tersangka, tetapi kemudian diralat.

Harus kita katakan bahwa KPK berjalan bak kura-kura, amat lamban dalam mengusut kasus Century. Tiga tahun merupakan rentang waktu yang amat panjang untuk membuat perkara itu menjadi terang benderang. Tak salah pula jika publik akhirnya memendam keyakinan bahwa kasus Century sengaja dibikin gelap.

Meski begitu, ibarat idiom better late than never, kita masih berharap mega kasus tersebut bisa diurai. Apalagi jika menilik gerak cepat KPK belakangan ini untuk merangkum alat-alat bukti baru.
Setelah memeriksa mantan Ketua Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) Sri Mulyani Indrawati di Amerika Serikat (AS), akhir bulan silam, KPK mengorek keterangan dari mantan Sekretaris KSSK Raden Pardede, Senin (27/5).

Hasilnya, menurut Ketua KPK Abraham Samad, sungguh menggembirakan. Dari mulut Sri Mulyani meluncur keterangan yang belum pernah terungkap sebelumnya.

Raden Pardede pun menegaskan kewenangan pemberian fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) dan penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemis sepenuhnya di tangan BI. Raden menyatakan pula dirinya dan Sri Mulyani tidak mengetahui rapat pemutusan pemberian FPJP karena tidak pernah diajak rapat.

Pengakuan Raden jelas bukan sembarang pengakuan. Ia mengerucutkan persoalan tentang siapa yang seharusnya bertanggung jawab atas pemberian label bank gagal berdampak sistemis kepada Bank Century. Label itulah yang lantas diikuti dengan penggelontoran uang negara dari semula Rp632 miliar, tapi membengkak menjadi Rp6,7 triliun.

Meski masih sepihak, pengakuan Raden bisa menjadi penuntun arah bahwa BI yang ketika itu dipimpin Boediono (kini wakil presiden) harus menjadi fokus penyidikan KPK. Dengan keterangan Raden, jalan mulus untuk merampungkan kasus Century terhampar di depan mata.

Kini, tinggal KPK yang mesti bersungguh-sungguh meniti jalan itu. Jangan pernah lagi penyelesaian patgulipat Century dibuat berliku. Jangan pernah lagi titik terang disulap menjadi gelap.

Logika publik sederhana bahwa pengucuran triliunan rupiah uang negara ke Bank Century tak mungkin dikreasi Budi Mulya semata. Pasti ada pemeran utama yang lebih punya kuasa.

Keinginan rakyat juga sederhana, yakni KPK harus secepatnya menebaskan pedang hukum kepada seluruh pelaku dan aktor intelektualnya, siapa pun dia, apa pun jabatannya. Itulah pertaruhan bagi KPK.

Source articles: http://www.matanajwa.com/videoprogram/detail/2013/05/29/17407/121/Jalan-Terang-Kasus-Century/Editorial%20Media%20Indonesia

Kunyit dapat mengobati penyakit kencing manis

Cara mengobati penyakit kencing manis
Kunyit dapat mengobati penyakit kencing manis/Diabetes mellitus-Kencing Manis atau Diabetes mellitus merupakan penyakit yang disebabkan oleh meningkatnya kadar gula dalam darah. Hal ini di sebabkan oleh adanya gangguan pada fungsi insulin. Bagi para penderita diabetes melitus, tubuh mereka tidak bisa memproduksi atau merespon hormon insulin yang di hasilkan oleh pankreas. Penyakit diabetes ini mengharuskan bagi setiap penderitanya agar tidak mengkonsumsi makanan yang mengandung zat karbohidrat terlalu banyak. Untuk itu para penderita diabetes melitus harus mengkonsumsi makanan yang mengandung kadar karbohidrat yang seimbang.
Jika para penderita diabetes melitus mengkonsumsi asupan karbohidrat yang melebihi takaran, maka penyakit diabetes melitus yang di deritanya akan semakin parah. Hal ini di karenakan sedikitnya hormon insulin dan sistem kinerja dari hormon insulin itu sendiri mengalami gangguan yang berperan sebagai pembantu pengubah zat karbohidrat menjadi energi. Pada orang yang sehat karbohidrat yang di makan akan di olah menjadi energi dengan bantuan insulin, tapi jika pada orang yang menderita penyakit diabetes melitus, mereka kesulitan mengubah karbohidrat menjadi energi karena hormon insulin dan sistem kinerja insulin terganggu.

Untuk mewaspadai terjadinya penyakit diabetes melitus ini, kita harus mengetahui faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya diabetes melitus. Dan berikut di bawah ini adalah hal-hal yang dapat menyebabkan penyakit diabetes melitus terjadi.

Fakto-faktor penyebab terjadinya penyakit kencing manis/diabetes melitus:

#         Makanan tinggi lemak, tinggi kalori
#         Gaya hidup tidak aktif (sedentary)
#       Tekanan darah tinggi (>140/90 mm Hg)
#         Obesitas atau berat badan berlebih (berat badan 120% dari berat badan ideal)
#         Usia tua, di mana risiko mulai meningkat secara signifikan pada usia 45 tahun
#         Riwayat keluarga inti menderita diabetes tipe 2 (orang tua atau kakak atau adik)
#         Riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) atau Glukosa Darah Puasa Terganggu (GDPT)
#         Riwayat menderita polycystic ovarian syndrome, di mana terjadi juga resistensi insulin
#         Riwayat menderita diabetes gestasional atau riwayat melahirkan bayi dengan berat lahir lebih dari 4.500 gram
#   Dislipidemia: kadar trigliserida (lemak) dalam darah yang tinggi (>150mg/dl) atau kadar kolesterol HDL 40mg 

Cara Pengobatan Tradisional Dengan Kunyit:
Kunyit (Curcuma domestic) termasuk salah satu tanaman rempah dan obat, habitat asli tanaman ini meliputi wilayah Asia khususnya Asia Tenggara. Tanaman ini kemudian mengalami persebaran ke daerah Indo-Malaysia, Indonesia, Australia bahkan Afrika. Hampir setiap orang Indonesia dan India serta bangsa Asia umumnya pernah mengkonsumsi tanaman rempah ini, baik sebagai pelengkap bumbu masakan, jamu atau untuk menjaga kesehatan dan 

Nama Lokal :
Saffron (Inggris), Kurkuma (Belanda), Kunyit (Indonesia); Kunir (Jawa), Koneng (Sunda), Konyet (Madura);


Penyakit Yang Dapat Diobati :
Diabetes melitus, Tifus, Usus buntu, Disentri, Sakit keputihan; Haid tidak lancar, Perut mulas saat haid, Memperlancar ASI; Amandel, Berak lendir, Morbili, Cangkrang (Waterproken);

Kandungan Kimia:

Kunyit mengandung senyawa yang berkhasiat obat, yang disebut kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin, desmetoksikumin dan bisdesmetoksikurkumin dan zat- zat manfaat lainnya Kandungan Zat : Kurkumin : R1 = R2 = OCH3 10 % Demetoksikurkumin : R1 = OCH3, R2 = H 1 – 5 % Bisdemetoksikurkumin: R1 = R2 = H sisanya Minyak asiri / Volatil oil (Keton sesquiterpen, turmeron, tumeon 60%, Zingiberen 25%, felandren, sabinen, borneol dan sineil ) Lemak 1 -3 %, Karbohidrat 3 %, Protein 30%, Pati 8%, Vitamin C 45-55%, Garam-garam Mineral (Zat besi, fosfor, dan kalsium) sisanya


Bahan Obat Diabetes Mellitus Tradisional :
3 rimpang kunyit, 1/2 sendok teh garam

Cara Membuat Obat Kencing Manis Tradisional :
kedua bahan tersebut direbus dengan 1 liter air sampai mendidih,

kemudian disaring, diminum 2 kali seminggu 1/2 gelas.
Source article:http://caraobat.blogspot.com


Label