Sebelum saya berbicara ketopik permasalahan yaitu tentang perlindungan hukum terhadap konsumen, mari kita tengok kebelakang untuk mengingat kembali tentang ketenaran dan keperkasaan negeri kita tercinta ini
Indonesia dikenal sebagai Negara agraris, Negara Indonesia terdiri dari gugusan pulau yang membentang dari barat ke timur atau dari sabang sampai merouke.
Gugusan pulau tersebut didalamnya menyimpan sumber daya alam yang tak terhingga banyaknya, terlebih lebih Negara kita dianugerahi alam yang subur makmur gemah ripah lohjinawi, tapi mengapa selalu terdengar isu bahwa pemerintah kita selalu mengimpor bahan pangan, konon katanya petani kita selalu merugi karena biaya produksi sangat tinggi…Why ? karena bahan bakunya dapat import, dan kita belum bisa membuat sendiri.
Gugusan pulau tersebut didalamnya menyimpan sumber daya alam yang tak terhingga banyaknya, terlebih lebih Negara kita dianugerahi alam yang subur makmur gemah ripah lohjinawi, tapi mengapa selalu terdengar isu bahwa pemerintah kita selalu mengimpor bahan pangan, konon katanya petani kita selalu merugi karena biaya produksi sangat tinggi…Why ? karena bahan bakunya dapat import, dan kita belum bisa membuat sendiri.
Walaupun masih termasuk Negara berkembang tapi Indonesia merupakan Negara ranking 20 terbesar didunia, pendudunnya pun menduduki ranking ke 4 terbesar didunia dan para ahli ekonomi menganggap bahwa Indonesia adalah Negara yang mempunyai intensitas perekonomian tertinggi ke 2 didunia, mengapa ? jawabnya sederhana saja, karena warganya tukang makan , tukang makai, tukang merusak tapi tidak mau membuat sendiri alias konsumtif, dan dimanfaatkan oleh para investor luar untuk berinvestasi disini.
Dengan kondisi diatas maka arus barang import tidak bisa dibendung lagi, mengingat pasar kita yang menggiurkan. Pemerintah hampir tidak dapat mengontrol arus barang masuk atau barang keluar (eksport-import), fakta bahwa banyak media yang menayangkan berita berita tentang isu banyak barang haram/ilegal/selundupan yang beredar di indonesia, apakah barang barang tersebut bahan dasarnya apa ?, kadaluarsakah?, apa barang tersebut masuk pabean kah? dan lain sebagainya yang jelas faktanya konsumen yang paling dirugikan dari semua itu.
Kembali ketopik permasalahan, didalam kegiatan bisnis terdapat hubungan yang saling membutuhkan antara pelaku usaha dan dunia konsumen. Kepentingan pelaku usaha adalah memperoleh laba dari transaksi perdagangan dengan konsumen, sementara kepentingan konsumen adalah memperoleh kepuasan melalui pemenuhan kebutuhan terhadap produk tertentu (barang dan jasa).
Terdapat interaksi (hubungan antara pelaku usaha dan konsumen), akan tetapi sering terjadi ketidaksetaraan diantara keduanya. Apesnya konsumen selalu berada dalam kondisi yang tidak menguntungkan sehingga selalu menjadi objek penderita dari para pelaku usaha yang mempunyai posisi lebih kuat dari konsumen.
Banyak produsen makanan olahan, minuman, kosmetik, obat obatan, rumah makan dan lain sebagainya mengaku pempunyai label halal tapi pada kenyataannya belum mempunyai atau belum disetifikasi halal dan tidak ada tindakan hukum (Low Imforsement tersendat sendat)
Kelemahan kelemahan konsumen dalam berhadapan dengan produsen/pelaku usaha berkisar pada kelemahan mereka pada sisi kebodohannya atau ketidak tahuan akan identitas suatu barang. Hal ini diakibatkan dari para pelaku usaha yang ingin mendapatkan keuntungan yang sebesar besarnya, maka akhirnya mereka mebohongi dan membodohi konsumen
Dengan demikian sudah sewajarnya kita sebagai konsumen yang cerdas mari kita bijak dalam bertindak, teliti sebelum membeli dan cerdas dalam melakukan transaksi khususnya transaksi barang makanan olahan karena ini berhubungan langsung dengan perut. Konsumen yang cerdas adalah konsumen yang mampu melakukan upaya upaya dalam alur kebersamaan untuk memperbaiki nasib konsumen negeri tercinta ini.
Pemerintah melalui Kementrian perindustrian dan perdagangan direktorat pemberdayaan konsumen menegaskan dalam situs resminya: http://ditjenspk.kemendag.go.id/bahwa :
Perlindungan konsumen di Indonesia dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). UUPK dirumuskan dengan mengacu pada filosofi pembangunan nasional, dimana dalam pembangunan nasional melekat upaya yang bertujuan memberikan perlindungan kepada rakyat Indonesia.
Pelaksanaan pembinaan atas penyelenggaraan perlindungan konsumen sesuai Undang-undang Perlindungan Konsumen berada pada Menteri Perdagangan. Secara hierarki (struktural dan fungsinya) tugas tersebut dilimpahkan kepada Direktorat Jenderal Standardisasi dan Perlindungan Konsumen, yang kemudian dilaksanakan oleh Direktorat Pemberdayaan Konsumen.
Sesuai dengan tugas pokok, fungsi dan perannya, upaya tersebut terkait dengan perumusan kebijakan, standar, norma, kriteria dan prosedur,bimbingan tekhnis serta evaluasi pelaksanaan di bidang kerjasama, informasi dan publikasi pemberdayaan konsumen, analisis penyelenggaraan pemberdayaan konsumen bimbingan konsumen dan pelaku usaha, pelayanan pengaduan serta fasilitasi kelembagaan perlindungan konsumen.
Selain hal tersebut, dilaksanakan juga kegiatan untuk membudayakan gerakan konsumen cerdas, melakukan kemitraan dengan lembaga konsumen yang didukung oleh peran aktif kepemimpinan di setiap lini serta secara cerdas pula merekomendasikan penerbitan berbagai "smart regulation". "Smart regulation" merupakan regulasi teknis yang bukan hanya melindungi konsumen, tetapi juga memperkuat pasar dalam negeri terhadap masuknya produk impor yang tidak memenuhi persayaratan perlindungan konsumen. Dan seterusnya
Akhirnya saya mengajak semua warga Negara Indonesia, mari kita menjadi konsumen yang CERDAS YANG PAHAM HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN kalau kita memang mau jadi konsumen. Tapi kalau mau jadi produsen mari kita berinovasi, menggali potensi sumber daya alam untuk diolah dan dikonsumsi sendiri dari pada dirampok segelintir orang. Dan juga saya menyarankan kepada pihak pihak terkait agar:
- Untuk lebih mengupayakan dan mensosialisasikan Undang-undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen agar lebih dikenal oleh masyarakat luas.
- Aparat penegak hukum ditekankan untuk lebih proaktif untuk menangani setiap kasus-kasus yang berhubungan dengan sengketa konsumen, sehingga setiap perbuatan curang dari pelaku usaha dapat dikenakan sanksi baik administratif, sanksi pidana pokok dan sanksi pidana tambahan.
- Kalau ada konsumen yang merasa dirugikan jangan segan segan mengadulah ke lembaga/instansi yang benar yaitu: Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) atau bicara langsung dengan pemerintah dalam hal ini Departemen perdagangan dan perindustrian (bertanyalah kepada ahlinya)
Semoga bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar