Minggu, 20 Januari 2013

Menyingkap tabir nenek moyang kita di Gua Pawon Cipatat


Menyingkap tabir nenek moyang kita di Gua Pawon Cipatat

Diperlukan waktu kurang lebih setengah jam dari kota Padalarang Kabupaten Bandung Barat menuju Gua Pawon, untuk mencapai Gua Pawon kita harus menyusuri jalan raya yang menuju arah Cianjur. Sesampainya di kampung Cibihbul Desa Gunung Masigit belok kearah kanan menyusuri jalan desa yang biasa digunakan oleh truk truk pengangkut batu, setelah sampai diatas bukit akan ditemukan plang/petunjuk yang mengarahkan kesitus Gua Powon atau bisa bertanya kepada warga sekitar
Situs Gua Pawon dengan mudah dikenali dengan diawali oleh adanya semacam “pendopo” dengan maket situs di dalamnya. Dari situ tinggal berjalan lurus dan akan
mendapati Gua Pawon di sebelah kanan agak di sebelah atas jalan. Untuk masuk ke dalamnya perlu sedikit usaha untuk menaiki bebatuan. Sesampainya di mulut gua,yang pertama kali dirasakan adalah pasti bau guano yang menusuk hidung. Guano adalah kotoran kelelawar yang biasa tinggal di dalam gua dan berbau menusuk karena mengandung fosfat, ureat, nitrat, dan oksalat, zat-zat yang berbau menyengat. 

Berdasarkan penelitian arkeolog di dunia terdapat 5 (lima) Situs Manusia Purba yang salah satunya terdapat di Indonesia yaitu Situs Manusia Purba Gua Pawon tepatnya berada di Gunung Masigit kecamatan Cipatat Kabupaten Bandung Barat. Gua Pawon termasuk Karst Kelas I yang merupakan arsip sejarah yang bernilai sangat tinggi yang tersimpan di perpustakaan alam. Kawasan karst ini terpilih sebagai cagar alam geologi karena nilai-nilai ilmaih yang dimilikinya
 
Keberadaan Gua Pawon bagi warga Kampung Gua Pawon dan Panyusuan Desa Gunung Masigit, Kecamatan Cipatat Kabupaten Bandung Barat barangkali tidaklah terlalu istimewa. Letak gua yang berada di lokasi penambangan berbagai jenis batu itu hanya dianggap sebagai satu lokasi tempat bernaung disela penambangan batu atau tempat bermain anak-anak.

Namun, siapa sangka jika di dalam gua ini ternyata menyimpan misteri kehidupan masa lalu. Ya, di dalam gua itu ditemukan 20.250 tulang belulang dan 4.050 serpihan batu yang diperkirakan berusia sekira 10 ribu tahun. Temuan ‘besar’ yang cukup menggemparkan masyarakat Jawa Barat ini diharapkan akan menguak sejarah peradaban manusia Sunda. Apalagi selama ini, daerah Bandung dan sekitarnya amat miskin dari temuan-temuan arkeologi khususnya yang menyangkut peradaban manusia sehingga kemudian dijuluki ahistoris.


Temuan tulang belulang dan serpihan batu itu diyakini mengindikasikan adanya kehidupan manusia purba dikawasan Gua Pawon. Bahkan dikawasan tersebut dipastikan pernah tumbuh kebudayaan manusia pada jaman dulu.
Dugaan sementara para pakar, tulang belulang tersebut milik manusia purba yang hidup pada jaman batu dan tinggal di dalam gua. Sedangkan serpihan batu diduga merupakan perkakas milik manusia yang hidup dijaman dulu.



Tulang belulang maupun serpihan batu, yang ditemukan didalam salah satu rongga Goa Pawon yang berlokasi antara Kampung Gua Pawon dan Panyusuan, Desa Gunung Masigit Kabupaten Bandung Barat tersebut diduga berasal dari masa perlapisan budaya. Benda-benda tersebut ditemukan tim arkeologi dari Balai Arkeologi Bandung setelah melakukan penggalian selama sepuluh hari, (10-19 Juli 2003) pada lubang berukuran 2 x 2 meter persegi dengan kedalaman 140 sentimeter.

Menurut Ketua Tim Peneliti Gua Pawon dari Balai Arkeologi Bandung, Lutfi Yondri, penggalian dilakukan menggunakan metode speed, yaitu menggali selapis demi selapis tanah dengan ketebalan lima sentimeter untuk setiap lapisnya. Saat penggalian itu, pada lapisan-lapisan tersebut ditemukan tulang belulang, batu obsidian, serpihan batuan, gigi, rahang, serta mollusca air tawar. Tak hanya tulang belulang manusia purba, tim ini juga menemukan tulang belulang berbagai jenis unggas, vertebrata, serta reptil. Tulang yang diperkirakan milik mollusca air tawar, ditemukan dalam keadaan utuh. Kemungkinan besar, hewan tersebut tidak dikonsumsi oleh manusia pada jaman itu, karena bila dijadikan mangsa makhluk lain, biasanya badan hewan tersebut hancur dan sulit dapat diangkat.


Temuan tulang belulang serta serpihan batu di Gua Pawon, masih berdasarkan perkiraan berasal dari masa perlapisan budaya. Pada masa itu terjadi pelapisan tiga budaya, yaitu masa Mesolithikum, Preneolithikum, serta Neolithikum, yang masing-masing memiliki ciri tersendiri.
Masa Mesolithikum, misalnya, sudah memiliki alat serpih. Masa Preneolithikum memiliki alat serpih dan gerabah. Pada masa Neolithikum, alat serpih tidak lagi digunakan, namun gerabah masih dimanfaatkan.



Namun demikian untuk menentukan secara pasti tahunnya, tim menemui kesulitan. Hanya saja berdasarkan perkiraan, tulang belulang dan batuan itu berasal dari masa Mesolithikum yang berlangsung 35.000 tahun hingga 3.000 tahun yang lalu.

Beberapa pakar Arkeologi, seperti Dr. Harry Truman Simanjutak, dalam beberapa tulisannya tentang manusia dan hewan masa purba yang datang ke wilayah Nusantara, menduga terjadi sejak masa plestosen (empat juta-20.000 tahun lalu) dan bermigrasi ke berbagai belahan dunia. Saat itu terjadi perubahan bentuk daratan, karena proses alami dari daratan jadi lautan, atau sebaliknya. 


Perubahan itu berlanjut pada zaman glasial (zaman es) di bumi bagian utara dan selatan, sedang di khatulistiwa berlangsung hujan dan iklim lembab (pluvium). Akibatnya, laut dangkal berubah jadi daratan. Kita pun lalu mengenal adanya paparan Sunda menghubungkan Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan sampai daratan Asia Tenggara. Di timur muncul paparan Sahul yang menghubungkan Irian dan Benua Australia.

Kuat dugaan, pada zaman itulah manusia bermigrasi, menetap dan membangun kehidupan di suatu tempat, termasuk di Nusantara. Hal ini diperkuat dengan temuan artefak, fosil fauna, peralatan dari batu, tulang dan rangka manusia purba di Afrika, Eropa, Cina dan lainnya yang mirip dengan tinggalan yang dijumpai di Indonesia.


Seorang pakar genetika, Wuryantari, pernah berujar, dari sebuah tulang manusia banyak riwayat yang bisa diungkap, dengan menggunakan teknik forensik. Bahkan wujud seutuhnya pun bisa dimunculkan lagi. Untuk itu menurutnya membangkitkan kembali nenek moyang kita yang hidup ribuan tahun lalu, bukannya tidak mungkin secara teoretis. Karena dalam fosil yang telah ditemukan, bisa saja ditemukan DNA (Deoxyribonucleic acid) yang masih dalam kondisi baik.


Dalam hal ini ia melakukan analisis haplotipe (atau karakteristik genetik yang menandai suatu populasi) antara manusia purba dan manusia modern, agar dapat diketahui adanya kaitan kekerabatan dan pola migrasinya.
Apakah, keberadaan tulang belulang yang ditemukan di Gua Pawon Gunung Masigit, ada kaitannya dengan nenek moyang Jawa dan Bali atau Nusantara? Untuk menyimpulkan hal tersebut diperlukan penelitian lebih mendalam dan waktu yang lumayan panjang. 



Situs Manusia Purba Gua Pawon merupakan asset nasional bahkan asset dunia karena kelangkaannya dan mempunyai nilai sejarah yang sangat tinggi yang harus dilestarikan. UA-40096279-1
Bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Label